NAMA : DINA RAMADHANIA
KELAS : 2EB22
NPM : 22211145
MATA KULIAH :
EKONOMI KOPERASI
BAB
I
SEJARAH
DAN ORGANISASI
SEJARAH
PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan
orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan asas kekeluargaan.Tujuan koperasi adalah untuk mensejahterakan
anggotanya.Awalnya koperasi didirikan dengan gagasan Robert Owen (1771-1858),
yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia.
Pada tahun 1786–1865 Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh
William King dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei
1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang
berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan
menggunakan prinsip koperasi. Melalui gerakan ini akhirnya koperasi berkembang
di negara-negara lainnya,seperti Indonesia.
Di Indonesia sendiri awalnya koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896 dengan mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Dalam mendirikan koperasi tersebut beliau menggunakan uang pribadinya untuk modal koperasi. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Namun pada saat itu koperasi sempat mengalami kendala yang menyebabkan banyak koperasi yang berjatuhan karena tidak mendapat izin koperasi dari belanda,Akan tetapi pada tahun 1933 koperasi menjamur kembali bersamaan dengan dikeluarkannya UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagaiHari Koperasi Indonesia.
Sejak dikenalkannya koperasi pada tahun 1896 akhirnya koperasi berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan
penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dansebagainya.
Kemudian pada tahun 1908 Boedi Oetomo menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka took - toko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no.431yang berisi antara lain:
Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal dan memerlukan biaya meterai f 50.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” yang beranggotakan 45 orang. Yang bertindak sebagai ketua sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.
Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ) berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Di Indonesia sendiri awalnya koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896 dengan mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Dalam mendirikan koperasi tersebut beliau menggunakan uang pribadinya untuk modal koperasi. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Namun pada saat itu koperasi sempat mengalami kendala yang menyebabkan banyak koperasi yang berjatuhan karena tidak mendapat izin koperasi dari belanda,Akan tetapi pada tahun 1933 koperasi menjamur kembali bersamaan dengan dikeluarkannya UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagaiHari Koperasi Indonesia.
Sejak dikenalkannya koperasi pada tahun 1896 akhirnya koperasi berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan
penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dansebagainya.
Kemudian pada tahun 1908 Boedi Oetomo menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka took - toko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no.431yang berisi antara lain:
Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal dan memerlukan biaya meterai f 50.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” yang beranggotakan 45 orang. Yang bertindak sebagai ketua sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.
Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ) berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
PENGEMBANGAN
DAN PENYEBARAN ORGANISASI KOPERASI MODERN
Koperasi-kopersi
modern didirikan di Eropa pada akhir adad yang lalu, pertama-tama sebagai
jawaban
atas masalh-maslah sosial yang timbul selama tahap awal “ Revolusi Industri “.
Masa
itu merupakan saat-saat dimana semakin banyak ketentuan-ketentuan mengenai
beacukai
di
Eropa dihapuskan, kebebasan perdagangan mulai dilaksanakan, system-sistem gilda
dibubarkan
feodalisme diruntuhkan – semua ini dilaksnakan melalui serangkaian usaha
pembaharuan
administrative.
Sebagaimana
diketahui, perubahan-perubahan ini berlangsung atas dasar perkembangan
ekonomi
pasar dan penciptaan berbagai persyaratan pokok dalam ruang lingkup dimana
berlangsung
proses industrialisasi serta modernisasi perdagangan dan pertania yang cepat.
Namun,
selama tahap-tahap awal perubahan sosial ekonomi dan ‘pertumbuhan ekonomi’ yang
cepat
itu, timbul ‘masalah-masalah sosial’ yang dikenal dengan sebutan ‘Soziale
Fragen’ – yang
merupakan
alasan timbulnya berbagai kritik terhadap “Kapatalisme Awal”.
Merekan,
yang paling menderita selama tahap-tahap awal perubahan struktur ekonomi
praindustri
yang
demikian cepat,terdapat pada berbagai lapisan masyarakat. Terutama di Inggris –
sebuah
Negara dimana Revolusi Industri telah dimulai sejak belahan kedua abad ke-18 -
golongan
kaum buruh yang semakin besar di kota-kota harus menghadapi masalah
penganguran,
tingkat upah yang sangat rendah, hubungan perubahan dan syarat-syarat kerja
yang
jelek, dan tanpa jaminan sosial.
Selain
itu, tukang-tukang dan para pengrajinan kecil harus menderitakarena persaingan
perusahaan-perusahaan
industri yang tumbuh cepat, dan, berakhir tetapi tidak kurang
pentingnya,
para petani kecil yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhannya
sendiri harus menghadapi masalah-masalah pelik selama proses
pengintegrasiannya
ke dalam ekonomi pasar yang sedang berkembang.
PERKEMBANGAN
KOPERASI DALAM SISTEM EKONOMI TERPIMPIN
Dalam tahun 1959 terjadi suatu peristiwa yang sangat penting dalam
sejarah bangsa Indonesia. Setelah Konstituante tidak dapat menyelesaikan
tugas menyusun Undang-Undang Dasar Baru pada waktunya, maka pada
tanggal 15 Juli 1959 Presiden Soekarno yang juga selaku PAnglima Tertinggi
Angkatan Perang mengucapkan Dekrit Presiden yang memuat keputusan
dan salahsatu daripadanya ialah menetapkan Undang-Undang Dasar 1945
berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tanah Tumpah Darah
Indonesia, terhitung mulai dari tanggal penetapan dekrit dan tidak berlakunya
lagi Undang-Undang Dasar Sementara. Pada tanggal 17 Agustus 1959
Presiden Soekarno mengucapkan pidato kenegaraan yang berjudul
“Penemuan Kembali Revolusi Kita”, atau lebih dikenal dengan Manifesto
politik (Manipol). Dalam pidato itu diuraikan berbagai persoalan pokok dan
program umum Revolusi Indonesia yang bersifat menyeluruh. Berdasarkan
Ketetapan MPRS No. 1/MPRS/1960 pidato itu ditetapkan sebagai Garis-garis
Besar Haluan Negara RI dan pedoman resmi dalam perjuangan
menyelesaikan revolusi. Dampak Dekrit Presiden dan Manipol terhadap
Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi adalah
undang-undang yang belum berumur panjang itu telah kehilangan dasar dan
tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan Manipol.
Karenanya untuk mengatasi keadaan itu maka di samping Undang-Undang
No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dikeluarkan pula
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan
Koperasi (dimuat dalam Tambahan aLembaran Negara No. 1907).
Peratuarn ini dibuat sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-
Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dan merupakan
penyempurnaan dari hal-hal yang belum diatur dalam Undang-Undang
tersebut. Peraturan itu membawa konsep pengembangan koperasi secara
missal dan seragam dan dikeluarkan berdasarkan pertimbanganpertimbangan
sebagai berikut :
(1) Menyesuaikan fungsi koperasi dengan jiwa dan semangat UUD 1945
dan Manipol RI tanggal 17 Agustus 1959, dimana koperasi diberi
peranan sedemikian rupa sehingga kegiatan dan penyelenggaraannya
benar-benar dapat merupakan alat untuk melaksanakan ekonomi
terpimpin berdasarkan sosialisme ala Indonesia, sendi kehidupan
ekonomi bangsa Indonesia dan dasar untuk mengatur perekonomian
rakyat guna mencapai taraf hidup yang layak dalam susunan
masyarakat adil dan makmur yang demokratis;
(2) Bahwa pemerintah wajib mengambil sikap yang aktif dalam membina
Gerakan Koperasi berdasarkan azas-azas demokrasi terpimpin, yaitu
menumbuhkan, mendorong, membimbing, melindungi dan mengawasi
perkembangan Gerakan Koperasi, dan;
(3) Bahwa dengan menyerahkan penyelenggaraan koperasi kepada
inisiatif Gerakan Koperasi sendiri dalam taraf sekarang bukan saja
tidakk mencapai tujuan untuk membendung arus kapitalisme dan
liberalism, tetapi juga tidak menjamin bentuk organisasi dan cara
bekerja yang sehat sesuai dengan azas-azas koperasi yang
sebenarnya (Sularso 1988, h. VI-VII).
Dalam tahun 1960 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
No. 140 tentang penyaluran bahan pokok dan penugasan Koperasi untuk
melaksanakannya. Dengan peraturan ini maka mulai ditumbuhkan koperasikoperasi
konsumsi. Penumbuhan koperasi oleh Pemerintah secara missal
dan seragam tanpa memperhatikan syarat-syarat pertumbuhannya yang
sehat, telah mengakibatkan pertumbuhan koperasi yang kurang sehat. Lebih
jauh dari itu Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 menetapkan bahwa sector
perekonomian akan diatur dengan dua sektor yakni sector Negara dan sector
koperasi, dimana sector swasta hanya ditugaskan untuk membantu. Pada
saat mulai dikemukakan ide pengaturan ekonomi dengan prinsip Demokrasi
dan Ekoomi Terpimpin. Undang-undang No. 79 tahun 1958 tentang
Perkembangan Gerakan Koperasi. Peraturan ini membawa konsep
pengembangan koperasi secara massal dan seragam.
Pada tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah Nasional KOperasi I
(Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin
dan Ekonomi Terpimpin. Langkah-langkah mempolitikankan (verpolitisering)
koperasi mulai nampak. Dewan Koperasi Indonesia diganti dengan Kesatuan
Organisasi KOperasi Seluruh Indonesia (KOKSI) yang bukan semata-mata
organisasi koperasi sendiri malainkan organisasi koperasi-koperasi yang
dipimpin oleh Pemerintah, dimasa Menteri Transmigrasi, Koperasi dan
Pembangunan Masyarakat Desa (Trasnkopenda) menjadi Ketuanya (Team
UGM, 1984, h.143-144).
Sebagai puncak pengukuhan hokum dari uapaya mempolitikkan
(verpolitisering) koperasi dalam suasana demokrasi terpimpin yakni di
terbitkannya UU No.14 tahun 1965 tentang perkoperasian yang dimuat
didalam Lembaran Negara No. 75 tahun 1960. Salah satu pasal yang
terpenting adalah pasal 5 yang berbunyi :
“Koperasi, struktur, aktivitas dan alat pembinaan serta alat
perlengkapan organisasi koperasi, mencerminkan kegotong-royongan
progresif revolusioner berporoskan Nasakom (Nasional, Agama, Komunis)”.
Dalam memori penjelasannya dinyatakan sebagai berikut :
“Sesuai dengan penjelasan umum perkoperasian (pola koperasi) tidak
dapat dipisahkan dari masalah Revolusi pada umumnya (doktrin Revolusi),
sehingga tantangan-tantangan dari gerakan koperasi hakekatnya merupakan
tantangan daripada Revolusi itu sendiri”
Pengalaman-pengalaman perjuangan kita dalam menghadapi
tantangan-tantangan tersebut, menunjukkan keharusan obyektif adanya
persatuan dan kesatuan segenap potensi dan kekuatan rakyat yang progresif
Revolusioner berporos Nasakom, yang pelaksanaannya diatur dengan
kegotong-royongan antara Pemerintah dengan kekuatan-kekuatan Nsakom.
Selanjutnya peranan gerakan koperasi dalam demokrasi terpimpin dan
ekonomi terpimpin diatur didalam pasal 6 dan pasal 7. Pasal 6 berbunyi
sebagai berikut : “ Gerakan Koperasi mempunyai peranan :
a) Dalam tahap nasional demokrasis :
1. Mempersatukan dan memobilisir seluruh rakyat pekerja dan produsen
kecil yang merupakan tenaga-tenaga produktif untuk meningkatkan
produksi, mengadilkan dan meratakan distribusi;
2. Ikut serta menghapus sisa-sisa imperalisme, kolonialisme dan
feodalisme;
3. Membantu memperkuat sector ekonomi Negara yang memegang
posisi memimpin;
4. Menciptakan syarat-syarat bagi pembangunan masyarakat sosialis
Indonesia.
b) Dalam Tahap sosialisme Indonesia :
1. Menyelenggarakan tata ekonomi tanpa adanya penghisapan oleh
manusia atas manusia;
2. Meningkatkan tingkat hidup rakyat jasmaniah dan rokhaniah;
3. Membina dan mengembangkan swadaya dan daya kreatif rakyat
sebagai perwujudan masyarakat gotong-royong.”
Pasal 7 menyatakan sebagai berikut :
1. “Pemerintah menetapkan kebijaksanaan pokok perkoperasian.
2. Dengan Peraturan Pemerintah diatur hubungan antara gerakan koperasi
dengan Pemerintah, Perusahaan Negara/Perusahaan Daerah dan swasta
bukan koperasi”. Memori penjelasannya menyatakan : “Untuk menjamin
azas Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin kebijaksanaan
perkoperasian ditetapkan oleh Pemerintah”.
Bersamaan dengan disyahkannya UU No. 14 tahuhn 1965
dilangsungkan Musyawarah Nasional KOperasi (Munaskop) II di Jakarta yang
pada dasarnya merupakan ajang legitiminasi terhadap masuknya kekuatankekuatan
politik di dalam koperasi sebagaimana diatur oleh UU
Perkoperasian tersebut. Dalam kesempatan tersebut, juga diputuskan bahwa
KOKSI (Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia) Menyatakan
keluar dari keanggotaan ICA.
Tindakan berselang lama yakni dalam bulan September 1965 terjadi
pemberontakan Gerakan 30 September yang didalangi oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang terpengaruh besar terhadap pengembangan koperasi.
Mengingat dalam UU no. 14 tahun 1965 secara tegas memasukan warna
politik di dalam kehidupan perkoperasian, maka akibat pemberontakan
G30S/PKI pelaksanaanya perlu di pertimbangkan kembali. Bahkan segera
disusul langkah-langkah memurnikan kembali kekoprasi kepada azas-azas
yang murni dengan cara “ deverpolitisering “. Koperasi-koperasi
menyelenggarakan rapat anggota untuk memperbaharui kepengurusan dan
Badan Pemeriksaannya. Reorganisasi dilaksanakan secara menyeluruh
untuk memurnikan koperasi di atas azas-azas koperasi yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar